Perlu Diketahui

Rabu, 22 Desember 2010

80 persen Gadis Tak Lagi Perawan - Benarkah ?

Rabu, 22 Desember 2010 |
80 Persen remaja putri di Ponorogo pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sedangkan pada remaja pria, data angka persentasenya sedikit lebih besar lagi.

Demikian data dari hasil survei secara acak selama kurun waktu enam bulan terakhir, yang disampaikan oleh Ketua KPPA (Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) kabupaten Ponorogo, pada hari Jumat tanggal 17 Desember 2010.

Data angka yang sangat mengejutkan. Angka persentasenya sangatlah tinggi!

Angka persentase itu berarti dapat dibaca sebagai 4 orang gadis dari 5 orang gadis yang ada di Ponorogo itu sudah pernah melakukan seks pra nikah sehingga sudah tidak perawan lagi.

Data angka persentase itu sangat jauh diatasnya data angka persentase serupa di kalangan para remaja Jabotabek yang sekitar 51%, sebagaimana data yang pernah dirilis oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Bencana Nasional) pada awal
bulan Nopember lalu.

Namun data angka persentase di Ponorogo itu masih dibawahnya data angka persentase di kalangan para mahasiswi kota Yogyakarta yang mencapai 97,05%, sebagaimana yang pernah dirilis oleh LSCK PUSBIH (Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora) pada tahun 2002 yang lalu.

LSCK PUSBIH menemukan fakta dari 1.660 orang responden yang tersebar di 16 perguruan tinggi di kota Yogyakarta, 97,05% dari responden itu mengaku kehilangan keperawanannya dalam periodisasi waktu kuliahnya.

Lalu, dari 1.660 responden itu 73% dari mereka itu mengaku melakukan aktivitas seks pra nikahnya tersebut dengan menggunakan metode coitus interupt. Sedangkan selebihnya yang 27% mengaku melakukannya dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Perihal tempat melakukan aktivitas seksnya tersebut, 63% mengaku melakukannya di tempat kos teman pria partner seksnya. 14% di tempat kosnya sendiri, 21% mengaku di losmen atau hotel kelas melati. 2% di tempat-tempat wisata.

Biasanya, respon pertama yang timbul atas dirilisnya data angka persentase semacam itu adalah soal tingkat validitasnya. Ujungnya bermuara ke soal penolakan atas representasi data sampling tersebut sebagai mewakili komunitas secara keseluruhan.

Singkat kata, data itu dianggap terlalu tinggi angka prosentasenya sehingga diragukan validitasnya dan dianggap tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Atau dalam arti kata lain, data itu tidak boleh dipakai untuk meng-gebyah uyah-kan.


Terlepas dari perdebatan soal itu, sesungguhnya memang sudah menjadi pengetahuan umum bahwasanya di zaman sekarang ini yang disebut sebagai seks pra nikah itu sudah jamak dilakukan oleh siswa/i Sekolah Menengah Pertama sampai mereka para mahasiswa/i Perguruan Tinggi.

Dimana beberapa waktu yang lalu pun Komisi Nasional Perlindungan Anak juga pernah merilis data hasil survei di 12 kota besar di Indonesia pada tahun 2007, dimana 62,7% remaja yang duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) pernah berhubungan intim dan 21,2% siswi SMA (Sekolah Menengah Atas) pernah menggugurkan kandungannya.

Selaras dengan asumsi dan data tersebut diatas, konon pada tahun 2007 lalu pernah dirilis hasil dari surveinya Durex dan Harris Interactive yang menunjukkan bahwa usia rata-rata kehilangan keperawanan di Indonesia itu sekitar 19,1 tahun.

Angka usia di Indonesia itu berada di urutan ke 9 dari 10 negara Asia yang disurvei, yaituMalaysia (23 tahun), India (22,9 tahun), Singapore (22,8 tahun), China (22,1 tahun), Thailand (20,5 tahun), Hong Kong (20,2 tahun), Vietnam (19,7 tahun), Japan (19,4 tahun), Taiwan (18,9 tahun).

Namun, angka usia di Indonesia itu masih diatasnya usia rata-rata di 27 negara Eropa yang sekitar 16 tahun, dengan usia tertinggi di Spanyol yang sekitar 19,2 tahun dan usia terendah diIceland yang sekitar 15,6 tahun. Maupun juga di Amerika Serikat yang sekitar 18 tahun.

Dari data-data diatas dapat disimpulkan bahwa sekarang ini sudah semakin sulit menemukan gadis yang masih perawan, Sama sebangun, juga berarti semakin sulit menemukan pejaka yang masih perjaka.

Dan, beberapa kalangan menengarai bahwa ke masa depan, hal yang sudah sulit ditemukan itu akan menjadi bertambah semakin sulit lagi.

Beberapa kalangan lain mengajukan solusi atas permasalahan itu, yaitu dengan pendekatan pemberian pengajaran sex education terhadap para remaja itu.

Tapi, dalam soal sex education yang akan diajarkan kepada para remaja itu, juga masih mengandung polemik.

Yaitu, tujuan utamanya memberikan pengetahuan soal organ reproduksi dan hubungan seks yang sehat dan aman, disertai dengan pengetahuan cara mencegah kehamilan dan penularan penyakit akibat hubungan seks ?. Atau, tujuan utamanya untuk memberikan pengertian agar mereka tidak melakukan seks pra nikah ?.

Jangan-jangan, sebenarnya mayoritas masyarakat Indonesia itu pada zaman sekarang ini memang sudah bisa menerima atau bahkan merestui anak-anaknya untuk melakukan hubungan seks pra nikah asalkan tidak sampai hamil dan tidak tertular penyakit. Jika demikian, maka makin sahihlah bahwa memang di masa depan itu akan semakin sulit mencari gadis yang masih perawan dan pejaka yang masih perjaka, dalam arti kata yang belum pernah melakukan hubungan seks pra nikah.

Hal lainnya yang berhubungan dengan itu, bisa jadi itu merupakan indikasi di masa mendatang akan semakin banyak terjadi kasus-kasus perselingkuhan.

Zaman dulu, di sebagian kecil kalangan dari masyarakat Jawa ada yang mempunyai pendapat bahwasanya menikahi mereka yang sudah tidak perawan (terkecuali memang berstatus janda) mengundang potensi resiko di masa depan dimana istrinya itu kemungkinan besar akan mudah tergoda untuk tergelincir ke dalam kasus
perselingkuhan.

Le, gedang Kepok kuwi arep sansoyo keroso sepet-e yen deweke kuwi wis tau ngrasak-ake gedang Ambon. Begitu yang diwejangkan oleh segelintir ibu-ibu Jawa pada masa lalu kepada anak lelakinya.

Benarkah begitu ?.

Wallahualambishshawab.

80% Gadis Tak Lagi Perawan
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2010/12/22/80-gadis-tak-lagi-perawan/
http://politikana.com/baca/2010/12/22/80-gadis-tak-lagi-perawan.html


Pria dianggap lebih sering berselingkuh daripada perempuan, dan hanya wanita lajang saja yang suka mengejar pria yang sudah berpasangan.

Benarkah memang seperti itu kenyataannya ?
Zaman dulu mungkin memang begitu. Hal itu membuat mayoritas pria menjadi sangat percaya diri bahwa istrinya tidak akan mungkin dapat berselingkuh. Sehingga terkadang hal itu membuat kebanyakan para suami menjadi merasa tak perlu lagi untuk melakukan kontrol terhadap kemungkinan istrinya berselingkuh.

Tapi di masa sekarang ini dimana wanita telah memiliki pergaulan yang luas dan terjadi pergeseran nilai yang membuat perempuan tidak lagi terkekang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dalam sebuah hubungan, telah membuat wanita menjadi lebih banyak punya kesempatan untuk melakukan hal yang sama dengan pria, termasuk dalam perselingkuhan.


Angka kasus perselingkuhan yang dilakukan laki-laki dan perempuan tenyata sudah nyaris sama saja tingginya.

Menurut survei yang pernah dilakukan oleh Sexual Attitudes and Lifestyle menunjukkan bahwa tak kurang dari 25% para istri itu tidak setia kepada suaminya. Mereka yang mengaku pernah melakukan perselingkuhan itu bahkan sepertiganya mengaku juga pernah melakukan one-night stand.

Lalu sekitar 64% dari para istri ini melakukan perselingkuhan didalam pernikahannya sebelum mempunyai anak. Dan, setelah melahirkan anak pun tetap melakukannya saat anak-anak mereka masih berusia balita. Selanjutnya, kegiatan berselingkuh itu akan menurun drastis pada saat anak-anaknya mulai beranjak dewasa.

Pasangan yang dipilih oleh para isteri yang berselingkuh ini beragam. Sekitar 37% dari mereka memilih mantan pacarnya, 31% memilih pria yang baru dikenalnya, 12% memilih teman dekatnya di masa kanak-kanak, 5% memilih berselingkuh dengan teman suaminya, dan 2,5% memilih sobat dari temannya.

Berkait dengan istri yang berselingkuh itu, hasil riset yang dilakukan oleh sebuah situs kencan menunjukkan bahwa mayoritas wanita itu menceritakan perselingkuhannya tersebut kepada teman.

Sekitar 43% dari mereka itu menceritakan perselingkuhannya tersebut kepada sahabat terdekatnya, 25% menceritakannya kepada setidaknya satu orang temannya, 15% menceritakan kepada lebih banyak teman-temannya. Bahkan 6% dari mereka itu menceritakan hal tersebut kepada anggota keluarganya.

"Perempuan senang bercerita dan berbagi. Mereka menyukai drama dari opera sabun, dan mereka percaya teman terbaik tak akan membocorkan rahasia tersebut", kata Phillip Hodson dari British Association of Counselling and Psychotherapy.

Hal lainnya, ada data menarik perihal wanita dengan kecenderungan berselingkuh yang pernah dirilis oleh lembaga penelitian dari University of Texas di jurnal Inggris Biology Letters.

Kecenderungan berselingkuh erat kaitannya dengan hormon seks yang disebut dengan nama oestradiol. Hormon ini mempunyai kaitan erat dengan kesuburan dan tingkat daya tarik dalam meraih pasangan.

Perempuan dengan tingkat oestradiol yang tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terlibat perselingkuhan.

Tak hanya soal kecenderungan berselingkuh, perempuan dengan tingkat hormon oestradiol yang tinggi ini jika mempunyai kesempatan dan peluang juga mempunyai kemungkinan besar untuk melepas hubungan yang ada demi untuk mendapatkan pasangan yang lebih baik dari yang sudah didapatkannya sekarang ini.

Lebih menariknya lagi, seperti yang dikutip dari femalekompas.com disebutkan bahwa telah diketemukan sebuah gen yang berhubungan erat dengan perilaku berselingkuh. Gen tersebut disebut dengan nama gen DRD4.

Mereka yang memiliki varian tertentu dari gen DRD4 ini cenderung tidak setia pada pasangannya hingga dua kali lipat daripada mereka yang tidak memilikinya.

Para peneliti juga menemukan bahwa gen DRD4 ini membuat orang menjadi memiliki pandangan lebih liberal yang tidak konvensional, sehingga mendorongnya untuk mencari sesuatu yang baru. Hasilnya mereka menjadi cenderung lebih memiliki kemungkinan melakukan perselingkuhan, termasuk one night stand.

Gen DRD4 ini memengaruhi kadar dopamin pada otak yang jika ada unsur penghargaan dan variabel motivasi maka kasus seks yang tidak terikat dengan risiko tinggi akan dapat ditempuhnya.

Hal itu mungkin menyerupai dengan dorongan kimiawi yang terjadi di kalangan pecandu penjudi saat mereka memenangkan taruhan. Atau menyerupai yang terjadi pada para alkoholik saat menerima tawaran minuman beralkohol tinggi.

Dalam kata lain, dengan diketemukannya gen itu maka boleh dibilang bahwa perilaku berselingkuh itu ternyata ada juga kaitannya dengan soal keturunan.

Lalu adakah perbedaan antara kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh suami (pria) dengan yang dilakukan oleh istri (wanita) itu ?.

Merupakan kenyataan bahwasanya pria itu lebih sulit memaklumi dan memaafkan ketidaksetiaan pasangannya, dibandingkan dengan wanita yang lebih mudah memaklumi dan memaafkan ketidaksetiaan pasangannya.

Wanita biasanya lebih mudah memaklumi dan memaafkannya, sebab peristiwa itu biasanya akan dilihatnya dari sisi relasi koneksi perasaan dan emosional yang terjadi dalam perselingkuhannya itu. Dalam arti seberapa mencintai suaminya itu kepada selingkuhannya.

Sedangkan pria lebih sulit memaklumi dan memaafkan, sebab peristiwa itu akan dirasakannya sebagai menghina sisi kelaki-lakiannya.

Rasa terhina itu lantaran peristiwa perselingkuhan pasangannya itu biasanya akan dilihat dari sisi aspek seksualnya. Dalam arti seberapa intens dan mendalamnya relasi seksual yang terjadi antara istrinya dengan selingkuhannya itu.

Padahal dalam perselingkuhan itu tidak selalu melibatkan relasi koneksi perasaan dan emosional yang mendalam. Tetapi hampir semua peristiwa perselingkuhan yang melibatkan pasangan yang sudah menikah itu selalu terjadi kontak seksual yang sangat bisa jadi intens dan mendalam.

Suatu survei yang pernah dilakukan oleh sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Indonesia di beberapa kota besar menunjukkan data hasil bahwa mayoritas wanita sudah menikah yang berselingkuh adalah mereka yang bekerja dengan alasan lebih bersifat emosional, seperti cinta dan perhatian.

Sedangkan pria sudah menikah melakukan perselingkuhan itu mayoritas karena alasan petualangan seksual yang ingin sering melakukan hubungan seksual dan mendapatkan pelayanan seksual yang lebih baik dalam rangka mengatasi kebosanan dengan pasangannya di rumah.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Charles Orlando, penulis buku 'The Problem with Women… is Men', mengungkapkan bahwa kebanyakan perempuan berselingkuh karena alasan emosional, adapun pria mengaku berselingkuh untuk kepuasan fisik atau seksual semata, tanpa melibatkan emosi.

Disamping survei-survei itu, ginekolog dan konsultan seks -Boyke Dian Nugraha- pada seminar juga pernah memaparkan data bahwa 26% -30% kasus perselingkuhan itu disebabkan oleh kehidupan seksual yang tidak memuaskan.

Jika begitu, maka jelaslah bahwa peristiwa perselingkuhan yang melibatkan pria menikah ataupun wanita menikah itu mayoritas terjadi hubungan kontak seksual.

Maka pada kebanyakan kasus istri yang berselingkuh biasanya berakhir dengan perceraian, lantaran si suami sulit memaklumi dan memaafkannya.

Nah, jadi ?, mungkinkah istrimu berselingkuh ?.
Wallahualambishshawab.
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2010/12/09/gen-penyebab-istri-selingkuh/


Artikel Lainnya



0 komentar:

Posting Komentar

Kami dari team Artikel Bacalah ! mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sahabat-sahabat yang mau menyumbangkan tulisannya di blog ini. semoga ALLAH membalas kebaikan yang telah sahabat sampaikan. "sampaikanlah walau satu ayat".
Team Publisher BACALAH
 
Copyright © Bacalah | Powered by Blogger | Template by AriTutorial